Minggu, 08 November 2009

vaksin hepatitis

VAKSIN HEPATITIS

Pada dasarnya ada dua cara pendekatan terhadap suatu penyakit, mencegah atau mengobati. Data berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hepatitis B kronis terjadi akibat terinfeksi pada masa bayi dan anak-anak. Semakin muda usia terinfeksi VHB, semakin besar kemungkinannya menjadi hepatitis B kronis yang sampai saat ini masih belum ada pengobatan yang memuaskan. Keadaan ini akan meningkatkan risiko terjadinya sirosis dan hepatoma di kemudian hari. Oleh karena itu, pencegahan sedini mungkin sebaiknya segera dilakukan.
Dasar pemikiran dilakukannya imunisasi hepatitis B adalah karena fakta menunjukkan anti-HbsAg yang terbentuk setelah dilakukan vaksinasi merupakan antibodi humoral yang dapat mencegah tertularnya VHB. Dengan demikian imunisasi akan menurunkan angka kesakitan dan kematian serta berbagai macam manifestasinya akibat terinfeksi VHB. Secara tidak langsung imunisasi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat sirosis dan kanker hati.
Berikut ini upaya pencegahan yang dapat dilakukan (Setiawan Dalimartha, 1998) :
a. Secara umum
Jangan menggunakan jarum suntik bekas, peralatan tato, dan jarum akupuntur yang tidak steril. Hindarkan pemakaian bersama peralatan pribadi seperti sikat gigi, pisau cukur, dan peralatan lainnya yang dapat menyebabkan kulit lecet atau luka.
b. Secara khusus
Lakukan imunisasi hepatitis B baik pasif maupun aktif. Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) yang akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. Imunisasi aktif dilakukan dengan vaksinasi hepatitis B. dalam beberapa keadaan, misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita hepatitis B perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama dengan vaksinasi hepatitis B. HBIg yang merupakan antibodi terhadap VHB diberikan secara intramuskular dengan dosis 0,5 ml, selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan. Vaksin hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan. Untuk mendapatkan efektivitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin hepatitis B diberikan segera setelah persalinan pada sisi yang berlawanan.
Sejak tahun 1980 telah beredar vaksin hepatitis B generasi pertama yang dibuat dari plasma darah pengidap HbsAG kronis. Vaksin VHB ini berasal dari protein selubung yang bersifat antigenik. Terdapat 3 macam protein yang dapat menginduksi antibodi spesifik, yaitu antigen S (mayor protein), antigen pre-S1 (large protein), dan antigen pre-S2 (middle protein). Untuk membentuk antibodi (antiHBs) diperlukan sel limfosit T penolong yang dapat mengenali antigen vaksin (HbsAg) yang masuk. Orang yang mempunyai sel limfosit T penolong yang dapat mengenal antigen vaksin sehingga dapat membuat antibodi disebut golongan responder. Adapun yang tidak mempunyai kesanggunpan mengenal antigen vaksin sehingga tidak dapat membuat antibodi disebut non-responder. Ketidakmampuan sel limfosit T penolong untuk mengenal antigen vaksin dapat diatasi dengan memakai vaksin yang mengandung antigen yang lebih besar yaitu pre-S1 dan pre-S2. Jadi, vaksin hepatitis B yang mengandung pre-S berguna untuk orang yang tergolong non-responder. Vaksin hepatitis B generasi kedua beredar kemudian dan berasal dari rekayasa genetika yaitu turunan ragi (Setiawan Dalimartha, 1998).
Sebagaimana diuraikan di atas, setiap orang mempunyai kemampuan berbeda-beda untuk membentuk zat anti (anti-HBs) terhadap vaksin hepatitis B yang disuntikkan. Ada yang tergolong responsif, hipo-responsif, dan non-responsif. Golongan non-responsif yaitu orang-orang yang tidak dapat membentuk anti-HBs setelah pemberian vaksin. Golongan ini diperkiran sebesar 2-5%. Dari jumlah tersebut, 40% diantaranya dapat diinduksi dengan vaksi ulangan, walaupun aya perlindungannya tidak tahan lama. Golongan hipo-responsif adalah orang yang mempunyai kadar anti-HBs < 10mlUI/ml setelah diberi vaksin. Pada golongan ini, vaksinasi ulangan akan memberi respon baik.
Vaksin hepatitis B dapat diberikan kepada semua orang termasuk wanita hamil, bayi baru lahir, maupun pasien-pasien immunocompromised, yaitu pasien dengan kelainan sistem imunitas seperti penderita AIDS. Penyuntikan vaksin dilakukan secara intramuskular. Tempat penyumtikan yang terbaik adalah pangkal lengan atas, tepatnya di musculus deltoideus pada orang dewasa dan anak-anak yang besar, pada bayi dianjurkan di paha. Suntikan harus benar-benar intramuskuler sebab bila diberikan secara subkutan dalam jaringan lemak akan menghambat penyarapan vaksin sehingga pembentukan antibodi menjadi rendah (Setiawan Dalimartha, 1998).
Efek samping yang mungkin timbul dapat berupa reaksi lokal ringan seperti rasa sakit pada bekas suntikan dan reaksi peradangan. Reaksi sitemik kadang timbul berupa panas ringan, lesu, dan rasa tidak enak pada saluran cerna. Gejala di atas akan hilang spontan dalam beberapa hari.
Vaksin hepatitis B telah terbukti sangat berkhasiat dalam pencegahan sebelum maupun sesudah (pasca-infeksi atau post exposure) terkena infeksi hepatitis B. vaksinasi sebelum terinfeksi (pra-infeksi atau pre exposure) diberikan kepada semua orang yang kontak dengan penderita atau pengidap VHB, termasuk kelompok risiko tinggi (high risk group) lainnya seperti tenaga kesehatan, petugas laboratorium, wanita tuna susila, orang yang membutuhkan transfusi darah berulang kali seperti penderita thallasemia dan hemofilia, penderita ketergantungan obat dengan cara suntikan (intravenous drug abuser), pasien yang melakukan cuci darah (hemodialisa), homoseksual, orang sering berganti partner sex, pasien calom operasi, pasien cabut gigi, dan orang yang tinggal di daerah endemis VHB dengan prevelansi tinggi. Pemberian pasca-infeksi digunakan untuk bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan HbsAg positif, trlebih lahi orang dengan HbeAg positif, dan mereka yang mengadakan kontak seksual dengan penderita hepatitis B (Setiawan Dalimartha, 1998).
Keberhasilan vaksinasi hepatitis B tergantung dari dosis antigen, usia, an status imun penerima vaksin (resipien). Telah diketahui bahwa dengan mengrangi dosis vaksin, serokonversi yang terjadi hampir sana yaitu 95%. Namun, semakin kecil dosis vaksin yang diberikan, titer antibodi yang terbentuk semakin rendah. Keadaan ini tentunya tidak memberi perlindungan yang lama. Semakin muda usia penerima vaksin, angka keberhasilan terbentuknya antibodi (Anti-HBs) semakin besar. Di atas umur 40 tahun, prevelansi terbentuknya zat anti (serokonversi) semakin berkurang. Pada resipien dengan status imun yang rendah seperti penderita hemodialisa, respon terbentuknya zat anti akan berkurang (Setiawan Dalimartha, 1998).
Sebelum seseorang divaksinasi hepatitis B perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu. Maksudnya untuk mengetahui apakah orang tersebut sudah mempunyai kekebalan terinfeksi VHB yang tanpa gejala atau sedang terinfeksi VHB. Test uji saring yang perlu dilakukan sebelum imunisasi adalah pemeriksaan HbsAg, anti-HBs, an anti-HBc. Oleh karena pemeriksaan tersebut biayanya mahal maka dalam praktek cukup dilakukan pemeriksaan HbsAg dan anti-Hbs dengan titer (Setiawan Dalimartha, 1998).
Dari hasil pemeriksaan akan diketahui tindakan imunisasi yang mesti diambil.
1. Apabila HbsAg – dan anti-HBs – maka diperlukan imunisasi lengkap denganvaksin hepatitis B.
2. Apabila HbsAg + dan anti-HBs – maka diperlukan pemeriksaan petanda serologis lainnya untuk menentukan apakah penderita terinfeksi hepatitis B akut atau pengidap. Jika benar maka orang tersebut tidak memerlukan imunisasi.
3. Apabila HbsAg – dan anti-HBs + dengan titer < 10mIU maka orang yang bersangkutan hanya memerlukan imunisasi satu kali (booster).
Anti-HBs dinyatakan mempunyai daya perlindungan (level seroprotektive) terhadap penularan infeksi virus hepatitis B bila nilai titernya > 10 mIU.
Setelah dilakukan imunisasi lengkap, dilakukan pemeriksaan anti-HBs satu bulan kemudian atau lebih. Pada saat itu diharapkan telah terbentuk anti-HBs dengan titer >10 mIU. Namun, kadang-kadang ditemukan juga anti-HBs – setelah imunisasi. Kelompok yang tidak responsif (non-responder) ini dapat dicoba dengan pemberian vaksin satu kali lagi atau memakai vaksin yang mengandung pre-S. Bila anti-HBs masih negatif maka tidak ada gunanya untuk memberikan imunisasi lebih lanjut. Kepada kelompok yang tidak responsif dengan imunisasi, dianjurkan pemberian HBIg bila mendapat kontak dengan VHB (Setiawan Dalimartha, 1998).


Daftar Pustaka :
Dalimartha, Setiawan. 1998. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta : Penebar Swadaya

hiperemesis gravidarum

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

I. PENGERTIAN
1. Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan, 1999).
2. Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya (http://zerich150105.wordpress.com/).
3. Dalam buku obstetri patologi (1982), Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga berat badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang dan timbul aseton dalam air kencing (http://healthblogheg.blogspot.com/).
4. Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima sampai dengan minggu kedua belas. Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie Samarinda (http://healthblogheg.blogspot.com/).
5. Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
6. Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
7. Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).
8. Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari – hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. (Arif, 1999).
9. Hiperemesis gravidarum adalah mual – muntah berlebihan sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari – hari dan bahkan membahayakan hidupnya. (Manuaba, 2001).
10. Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum. (Sastrawinata, 2004).
11. Hiperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. (Lowdermilk, 2004).
12. Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda) dimana penderita mengalami mual- muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan. (Achadiat, 2004).
13. Hyperemesis gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan mual dan muntah yang berat dan terus menerus biasanya mulai 5-6 minggu setelah konsepsi dan lamanya maksimal sampai minggu ke-14 sampai ke-16. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah biasanya terjadi pada pagi hari sehingga disebut “morning sickness”tetapi bila kejadiannya pada malam hari biasanya karena kelelahan, bau makanan atau masalah keluarga.

II. PENYEBAB
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik juga tidak ditemukan kelainan biokimia, perubahan-perubahan anatomik yang terjadi pada otak, jantung, hati dan susunan syaraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat kelemahan tubuh karena tidak makan dan minum. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan (Rustam Mochtar, 1998) :
a. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon chorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c. Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
d. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien.

III. PATOFISIOLOGI
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan. Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping faktor hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang berat.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan Khlorida darah turun, demikian pula Khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan (http://zerich150105.wordpress.com/).

IV. TANDA-TANDA DAN GEJALA
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :
a. Tingkatan I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
b. Tingkatan II
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
c. Tingkatan III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati. (http://healthblogheg.blogspot.com/).

V. KOMPLIKASI
Dehidrasi berat, ikterik, takikardia, suhu meningkat, alkalosis, kelaparan gangguan emosional yang berhubungan dengan kehamilan dan hubungan keluarga, menarik diri dan depresi (http://healthblogheg.blogspot.com/)

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, mengajurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula. Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
 Obat-obatan
Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik seperti Disiklomin hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti Dramamin, Avomin
 Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Tidak diberikan makan dan minuman selama 24 -28 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
 Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
 Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
 Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
 Diet
a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 – 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat – zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.
Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
Penatalaksanaan Hyperemesis Gravidarum
1. Hyperemesis gravidarum hari ke-0
a. Pasang infus dex 10%:RL = 4:1 ∞ 25 tetes per menit
b. Injeksi perimperan 3x1 amp
c. Neurobion 2x1 tablet
d. Puasa 24 jam
e. Pemeriksaan keton urine I
2. Hyperemesis gravidarum hari ke-1
a. Up infus
b. Diet hyperemesis 1 (roti kering/biskuit)
c. Injeksi perimperan 3x1 amp
d. Neurobion 2x1 tablet
e. Pemeriksaan keton urine II
3. Hyperermesis gravidarum hari ke-2 dan 3
a. Diet hyperemesis gravidarum II (bubur sering), nasi (hari III)
b. Injeksi perimperan 3x1 amp
c. Neurobion 2x1 tablet
d. Pemeriksaan keton urine III

VII. PENGAMATAN LANJUT
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin. Adapun yang menjadi pegangan bagi kita untuk menilai maju mundurnya pasien adalah adanya aseton dalam urin dan berat badan sangat turun.

VIII. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Diagnostik
a. USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
b. Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
c. Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH (http://zerich150105.wordpress.com/)

askep intrapartal kala IV

ASUHAN KEPERAWATAN INTRAPARTAL
KALA IV

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).
Kesimpulan : Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Tahapan persalinan adalah :
1. Kala I : Pembukaan Sevik – 10 cm (lengkap)
2. Kala II : Pengeluaran janin
3. Kala III : Pengeluaran & pelepasan plasenta
4. Kala IV : dari lahirnya uri selama 1 – 2 jam
Yang dimaksud dengan kala IV adalah 1-2 jam setelah pengeluaran uri
Asuhan Kala IV
1. Fisiologi Kala IV
2. Evaluasi Uterus
3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
4. Pemantauan Kala IV
1. Fisiologi Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu.
2. Evaluasi Uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan. Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan Kompresi Bimanual.
3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher. Laserasi dapat dikategorikan dalam :
1. Derajat pertama : laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).
3. Derajat ketiga : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.
4. Derajat empat : laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.

Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi/ Laserasi Perineum
Indikasi Episiotomi
1. Gawat janin
2. Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum ataupun forsep).
3. Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan.
Tujuan Penjahitan
1. Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.
2. Mencegah kehilangan darah.
Keuntungan Teknik Jelujur
Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik penjahitan dengan model jelujur. Adapun keuntungannya adalah :
• Mudah dipelajari.
• Tidak nyeri.
• Sedikit jahitan.
Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam melakukan penjahitan perlu diperhatikan tentang :
1. Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan penjahitan.
2. Menggunakan sedikit jahitan.
3. Menggunakan selalu teknik aseptik.
4. Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.

Penggunaan Anestesi Lokal
• Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).
• Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.
• Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).
• Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).
• Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %.
Tidak Dianjurkan Penggunaan
Lidocain 2 % (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan).
Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang efek kerjanya).
Nasehat Untuk Ibu
Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan nasehat kepada ibu. Hal ini berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang diberikan diantaranya :

• Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
• Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
• Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
• Menyarankan ibu mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.
• Menganjurkan banyak minum.
• Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka jahitan.
4. Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.
Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
1. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
2. Evaluasi tinggi fundus uteri – Caranya : letakkan jari tangan Anda secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau dibawah pusat.
3. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
4. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka episiotomi).
5. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
6. Pendokumentasian.



Penilaian Klinik Kala IV
No Penilaian
1 Fundus dan kontraksi uterus Rangsangan taktil uterus dilakukan untuk merangsang terjadinya kontraksi uterus yang baik. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan tingginya fundus uteri dan kontraksi uterus.
2 Pengeluaran pervaginam Pendarahan: Untuk mengetahui apakah jumlah pendarahan yang terjadi normal atau tidak. Batas normal pendarahan adalah 100-300 ml.
Lokhea: Jika kontraksi uterus kuat, maka lokea tidak lebih dari saat haid
3 Plasenta dan selaput ketuban Periksa kelengkapannya untuk memastikan ada tidaknya bagian yang tersisa dalam uterus.
4 Kandung kencing Yakinkan bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusio uteri
5 Perineum Periksa ada tidaknya luka / robekan pada perineum dan vagina.
6 Kondisi ibu Periksa vital sign, asupan makan dan minum.
7 Kondisi bayi baru lahir Apakah bernafas dengan baik?
Apakah bayi merasa hangat?
Bagaimana pemberian ASI?

Diagnosis
No Kategori Keterangan
1 Involusi normal Tonus – uterus tetap berkontraksi.
Posisi – TFU sejajar atau dibawah pusat.
Perdarahan – dalam batas normal (100-300ml).
Cairan – tidak berbau.
2 Kala IV dengan penyulit Sub involusi – kontraksi uterus lemah, TFU diatas pusat.
Perdarahan – atonia, laserasi, sisa plasenta / selaput ketuban.



Bentuk Tindakan Dalam Kala IV
Tindakan Baik :
1. Mengikat tali pusat.
2. Memeriksa tinggi fundus uteri.
3. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi.
4. Membersihkan ibu dari kotoran.
5. Memberikan cukup istirahat.
6. Menyusui segera.
7. Membantu ibu ke kamar mandi.
8. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.
Tindakan Yang Tidak Bermanfaat :
1. Tampon vagina – menyebabkan sumber infeksi.
2. Pemakaian gurita – menyulitkan memeriksa kontraksi.
3. Memisahkan ibu dan bayi.
4. Menduduki sesuatu yang panas – menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi.
Pemantauan Lanjut Kala IV
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
1. Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau perdarahan.
2. Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
3. Nadi
4. Pernafasan
5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6. Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing).
7. Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik.
Tanda Bahaya Kala IV
Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :
1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam menyusui.
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.
Observasi Pasca Persalinan
7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala IV :
1. Kontraksi uterus harus baik.
2. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain.
3. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap.
4. Kandung kencing harus kosong.
5. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma.
6. Resume keadaan umum bayi.
7. Resume keadaan umum ibu.

Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Si ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar. Petugas atau bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.
Penanganan :
 Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan.
 Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua.
 Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainya.
 Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
 Biarkan ibu beristirahat karena ia telah bekerja keras melahirkan bayinya. Bantu ibu pada posisi yang nyaman.
 Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi, sebagai permulaan dengan menyusui bayinya.
 Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat untuk memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu uterus berkontraksi.
 Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pasca persalinan.
 Ajari ibu atau anggota keluarga tentang : bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi. Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi.

Selama 2 jam pertama setelah melahirkan, organ-organ ibu mengalami penyesuaian awal terhadap keadaan tidak hamil dan system tubuh mulai menjadi stabil. Selama beberapa jam bayi yang baru lahir terus menjalani transisi dari keadaan intrauterine ke ektrauterin. Keterampilan perawat dapat memberi makna yang besar selama tahap keempat.
Penatalaksaan perawatan
Hasil akhir yang di harapkan
Hasil akhir yang diharapkan dalam persalinan tahap keempat dapat mencakup :
 Wanita akan memerlukan tidak lebih dari satu pembalut setiap jam.
 Wanita akan berkemih dengan spontan dengan jumlah lebih dari 300 ml dalam waktu 6-8 jam setelah melahirkan.
 Wanita akan mengutarakan penerimaan terhadap proses persalinan setelah mengungkapkan kekhawatirannya.
 Wanita akan menunjukan perilaku ikatan batin dengan bayi
 Wanita akan mengatakan bahwa ia tidak merasa nyeri setelah dilakukan tindakan untuk meredakan nyeri
Adapun perawatan yang dapat diberikan pada ibu di kala IV persalinan adalah sebagai berikut :
1. Perawatan kolaboratif
Selama tahap keempat persalinan, perawat harus mengatur perawatan agar mencakup observasi tanda-tanda vital, usaha untuk meredakan nyeri, penyuluhan kepada ibu, dan perawatan bayi. Selama tahap keempat persalinan, perawat memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengajar ibu baru. Tanpa memandang jumlah paritas, ibu baru tetap dapat menperoleh manfaat dari penjelasan mengenai berbagai tindakan perawatan selama periode pascapartum. Penyuluhan dikaitkan dengan tujuan, pengkajian, temuan pengkajian, tindakan keperawatan, dan evaluasi perawatan.

2. Mencegah pendarahan
Pendarahan pascapartum dianggap terjadi jika kehilangan darah mencapai 500 ml atau lebih dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Suhu, denyut nadi, dan tekanan ibu diperiksa dan dicatat dan harus berada dalam batas-batas normal. Setelah persalinan yang sulit, tekanan darah sistolik kurang dari 110 mmHg disertai frekuensi nadi lebih dari 100 denyut / menit biasanya disebabkan oleh pendarahan atau syok.
Uterus harus dipalpasi dengan sering untuk memastikan uterus tidak berisi darah. Pembalut harus sering diperiksa untuk memastikan darah yang keluar tidak berlebihan. Uterus yang relaksasi akan mengembang akibat adanya darah dan bekuan darah, sehingga pembuluh darah pada sisi plasenta tidak terjepit dan ini mengakibatkan terjadinya pendarahan. Uterus menjadi tidak berfungsi sebagai “jahitan yang hidup”, yang membantu terjadinya kontraksi uterus.
Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan, jumlah lokia akan bertambah karena miometrium sedikit banyak berelaksasi. Perawat harus selalu memeriksa daerah di bawah bokong ibu, demikian pula pembalutnya. Darah dapat mengalir di antara bokong menuju kain di bawah bokong ibu sementara jumlah yang diserap pembalut sedikit.
Sumber potensial lain perdarahan adalah terbentuknya hematoma di bawah mukosa vagina atau pada jaringan ikat vulva. Ini dapat terjadi akibat cedera pembuluh darah selama persalinan atau sewaktu memperbaikan robekan / episiotomi. Perdarahan dapat berlangsung lambat, tetapi terus – menerus karena darah merembes dari pembuluh darah dan meregang jaringan di sekitarnya.
Hematoma vulva dapat lihat dengan bertambahnya pembengkakan. Biasanya hematoma terjadi uniteral dan warnanya menjadi keunguan. Hematoma vagina biasanya hanya di temukan melalui pemeriksaan manual. Perawatan setelah prosedur ini mencakup pemantauan seksama daerah perineum dan kehilangan darah, upaya mempertahankan cairan intravena, pemantauan tanda-tanda vital dan hasil laboratorium, upaya mempersiapkan kemungkinan perlunya transfusi, dan memberi antibiotik yang di resepkan sebagai upaya mencegah infeksi.
Apabila perdarahan tampak sebagai tetesan yang terus – menerus atau terlihat memancar, perlu di curigai adanya laserasi vagina dan serviks atau adanya pembuluh darah yang tidak di ikat pada episiotomi dan kemungkinan besar perlu dilakukan tindakan bedah untuk memperbaikannya.
3. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dapat terjadi pada tahap keempat persalinan normal. Identifikasi, diagnosis, dan intervensi yang segera biasanya dapat dengan cepat memulihkan tekanan darah, nadi, dan tanda-tanda lain. Pemulihan terjadi jika terdapat volume darah sirkulasi yang memadai untuk tubuh mengompesasi kehilangan darah atau jika diberikan infus intravena.
Tindakan seperti pijatan uterus dan pemberian oksitosin IV dilakukan untuk mencegah kehilangan darah lebih lanjut. Perawat kemudian mencatat semua intervensi perawatan dan medis yang telah dikerjakan dan hasilnya ( Luegenbiehl, 1991 ). Kotak kedaruratan membuat referensi cepat tentang tanda dan gejala bahaya serta intervensi untuk syok hipovolemik.
4. Mencegah distensi dan kandung kemih
Palpasi untuk menentukan jumlah distensi ( peregangan ) kandung kemih. Harus dilakukan sewaktu melakukan palpasi fundus. Kandung kemih yang penuh akan menekan uterus ke atas dan ke sebelah kanan garis tengah. Posisi ini akan menyebabkan uterus berelaksasi. Akibatnya, terjadi perdarahan, distensi kandung kemih dapat terjadi pada atoni dinding kandung kemih. Atoni menyebabkan retensi urine, yang menciptakan lingkungan yang baik untuk infeksi.
5. Menjaga keamanan
Ibu dibiarkan beristirahat dengan nyaman di tempat tidur. Wanita yang baru saja melahirkan perlu terus berada di tempat tidur untuk waktu tertentu agar system tubuhnya dapat beradaptasi kembali terhadap perubahan volume cairan. Perawat yang merawat wanita akan memutuskan kapan waktu yang tepat untuk ambulasi awal.
Tekanan intra abdomen yang cepat menurun setelah melahirkan mengakibatkan dilatasi pembuluh darah yang menyuplai usus, yang di kenal sebagai pembekakan sflangnik, yang menyebabkan darah terkumpul di visira. Hal ini berperan dalam terjadinya hipotensi ortostatik yang cenderung terjadi jika wanita yang baru saja melahirkan mengambil posisi berdiri; akibatnya ia akan mengalami pingsan atau kepalanya terasa ringan. Wanita yang menerima anestesia konduksi (blok epidural) tetap berada di tempat tidur sampai ia mampu bergerak sepenuhnya dan sensasi di tungkainya pulih kembali dan tekanan darah serta nadinya berada dalam batas normal. Wanita yang menerima analgesia perlu diawasi sampai ia pulih sepenuhnya dari pengobatan (yaitu, tanda – tanda vital stabil dalam batas normal dan ia sadar sepenuhnya).
6. Mempertahankan kenyamanan.
Perawat dapat memberi rasa nyaman kepada wanita dengan melakukan hal-hal berikut :
a. Menjelaskan fisiologi normal nyeri setelah melahirkan.
b. Menolong ibu mempertahankan kandung kemihnya kosong.
c. Menempatkan selimut hangat di atas perut ibu.
d. Memberi analgesik yang di instruksikan oleh petugas jasa kesehatan.
e. Anjurkan latihan relaksasi dan pernafasan.
7. Menjaga kebersihan
Perawatan perineum akan menambah kenyamanan dan keamanan ibu (pencegahan infeksi). Pembalut perineum yang bersih ditempatkan pada tempatnya, bokong dikeringkan, dan pakaian yang basah diangkat sehingga wanita akan merasa hangat dan nyaman. Perawat harus mengenakan sarung tangan bersih sebelum menyentuh pakaian ibu, pembalut perineum yang kotor atau daerah perineum. Wanita dianjurkan mengganti pembalutnya setiap kali ke kamar mandi.
8. Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi.
Pembatasan asupan makanan dan cairan serta kehilangan cairan (darah, keringat, atau muntah) selama persalinan dapat membuat wanita tiba-tiba ingin segera makan dan minum setelah melahirkan. Apabila wanita menerima jenis anestesi lain ahli anestesi akan menentukan kapan efek anestesi akan hilang dan ia boleh mulai minum. Perdarahan yang banyak dapat menjadi tanda serpihan plasenta tertinggal, yang membutuhkan anestesi umum untuk membuang serpihan plasenta dan menghentikan perdarahan. Jadi, biasanya wanita dengan perdarahan banyak di puasakan sampai perdarahannya terkendali. Jalur IV tetap dibiarkan, dan cairan diganti dengan cairan yang mengandung dekstros untuk menyuplai kalori sampai wanita dapat makan melalui mulut. Perawat memantauan jalur IV dan mencatat jenis, jumlah, dan toleransi masukan cairan melalui mulut pada catatan.

9. Mendukung kebutuhan psikososial orang tua.
Keadaannya psikososial ibu yang baru dapat berkisar dari euforia dan sejahtera sampai rasa mengantuk yang di tandai dengan tidak menyadari apa yang terjadi di lingkungannya. Seperti telah di utarakan sebelumnya, reaksi-reaksi pertama ibu dan ayah yang baru terhadap anak mereka yang baru lahir sangat bervariasi. Reaksi- reaksi ini akan menjadi petunjuk bagi tim perinatal dalam membuat rencana perawatan untuk setiap induvidu.

Jumat, 06 November 2009

askep angina pektoris

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG
ANGINA PEKTORIS

PENGERTIAN ANGINA PEKTORIS
1. Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel. (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik, 1993).
2. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
3. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler).
4. Angina pectoris merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah ke arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke miokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri.
5. Suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode nyeri atau perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner.
6. Angina (angina pektoris) merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen akibat pembuluh darah yang menyempit. Angina terjadi bila penyumbatan blok telah mencapai 70 persen atau lebih. Biasanya penyumbatan disebabkan oleh lemak.
7. Penyakit angina pectoris ini ditemukan oleh Herbeden pada tahun 1772. Dia menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa perasaan nyeri, terlebih saat sedang berjalan, mendaki, sebelum atau sesudah makan. Nyeri itu sebenarnya tidak hanya karena kelainan organ di dalam toraks, akan tetapi juga dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Penyakit angina pectoris ini juga disebut sebagai penyakit kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus- menerus karena aktifitas fisik atau mental.
8. Angina pectoris adalah suatu penyakit klinis yang ditandai dengan episode atau paroksima nyeri atau perasaan tertekan di dada depan.

ETIOLOGI ANGINA PEKTORIS
Angina pectoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan oksigen yang lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan, atau saat sedang mengalami stress. Jika pada jantung mengalami penambahan beban kerja, tetapi suplay oksigen yang diterima sedikit, maka akan menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah diperlukan oleh sel miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya. Oksigen yang didapat dari proses koroner untuk sel miokard ini, telah terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar bila aliran koroner menjadi meningkat.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada jantung, adalah:
1. Denyut jantung. Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka kebutuhan oksigen tiap menitnya akan bertambah.
2. Kontaktilitas. Dengan bekerja, maka akan banyak mengeluarkan katekolamin (adrenalin dan nor adrenalin) sehingga dapat meningkatkan kontraksi pada jantung.
3. Tekanan Sistolik Ventrikel Kiri. Makin tinggi tekanan, maka akan semakin banyak pemakaian oksigen.
4. Ukuran Jantung. Jantung yang besar, akan memerlukan oksigen yang banyak.
Angina Pektoris berkaitan dengan penyakit jantung koroner aterosklerotik, dan merupakan kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufisiensi atau hipertropi kardiomiopati tanpa disertai obstruksi, peningkatan kebutuhan metabolik (hipertiroidisme), takhikardi paroksimal.
Faktor- faktor penyebab lainnya, antara lain adalah :
1. Denyut jantung yang terlalu cepat.
2. Anemia (kurang darah).
3. Kelainan pada katup jantung, terutama aortic stenosis yang disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke katup jantung.
4. Penebalan pada di dinding otot jantung – hipertropi - dimana dapat terjadi pada penderita tekanan darah tinggi sepanjang tahun.
5. Hypoxsemia – untuk miokard.
6. Policytemia – darah kental – aliran lambat.
7. Kondisi yang meningkatkan cardiac output seperti :
 Olah raga. Latihan fisik meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.
 Sress/emosi. Stres atau emosi menyebabkan pelepasan adrenalin sehingga kontraktilitas jantung meningkat
 Terlalu banyak makan. Makanan berat meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrikus sehingga mengurangi ketersediaan darah untuk jantung.
 Anemia
 Hypertiroidisme
 Udara dingin mengakibatkan kontriksi, peningkatan tekanan darah serta peningkatan kebutuhan oksigen jantung.
 Kondisi dimana miokard membutuhkan miokard O2 yang banyak seperti : hypertropy prostat, stenosis aorta, dan aortic insuffisiensi.

PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS ANGINA PEKTORIS
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (Nitrat Oksida yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.
PATHWAYS ANGINA PEKTORIS

















































Metabolisme anaerob



Asam Laktat















KLASIFIKASI ANGINA PEKTORIS
1. STABLE ANGINA PECTORIS
Disebabkan karena kebutuhan metabolik otot jantung dan energi yang tidak dapat dipenuhi karena terdapat stenosis yang menetap pada arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada akan timbul bila melakukan suatu pekerjaan.
Berdasarkan tingkat penyebabnya, maka dapat dibagi menjadi :
1. Selalu timbul sesudah kegiatan berat
2. Timbul sesudah melakukan kegiatan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
3. Timbul sesudah melakukan kegiatan ringan (jalan 100 m)
4. Jika melakukan aktivitas yang ringan (jalan biasa)
Diagnosa Stable Angina Pectoris :
1. Pemeriksaan EKG
2. Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa pemeriksaan Radionuclide)
3. Angiografi koroner
Terapi :
1. Menghilangkan faktor pemberat.
2. Mengurangi faktor resiko.
3. Penghambat Beta.
4. Antagonis Kalsium.
2. UNSTABLE ANGINA PECTORIS
Disebabkan primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner sehinggga mengakibatkan iskeia miokard. Patogenesis spasme tersebut hingga kini belum dapat diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan. Manifase pembuluh koroner yang paling sering adalah variant (prinzmental).
Angina jenis ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Angina yang baru terjadi (dalam 1 bulan).
2. Crescendo Angina (meningkatnya frekuensi atau keparahan dalam beberapa hari atau minggu).
3. Insufisiensi koroner akut (nyeri angina yang menetap pada saat istirahat tanpa adanya infark miokardium).
Terapi :
1. Nitrogliserin subligual dosis tinggi.
2. Untuk frokfikasis dapat dipakai pasta nitroglisrerin, nitrat dosis tinggi ataupun antagonis kalsium.
3. Bila bersama dengan aterosklerosis, maka diberikan kombinasi nitrat, antagonos kalsium, dan penghambat beta.
3. ANGINA VARIANT (PRINZMENTAL)
Disebabkan oleh vasospasma . Vasospasma merupakan kekejangan yang disebabkan oleh penyempitan arteri koronari dan berkurangnya aliran darah ke jantung. Angina jenis ini jarang terjadi.
4. ANGINA MIKROVASKULAR
Disebabkan karena adanya gangguan pada fungsi saluran darah yang terdapat pada jantung, kaki dan tangan.

PENATALAKSANAAN
Tujuan. Tujuan penatalaksanaan medis angina adealah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan control terhadap factor resiko. Secara bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah jantung melalui bedah lintas arteri coroner atau angioplasty coroner transluminal perkutan (PTCA= Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty). 3 tehnik utama yang menawarkan penyembuhan bagi klien dengan penyakit arteri koroner mencakup penggunaan alat intracoroner untuk meningkatkan aliran darah, penggunaan laser untuk menguapkan plak dan edarterektomi coroner perkutan untuk mengangkat obstruksi.
Terapi farmakologi.
Nitrogliserin. Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteri sehingga mempengaruhi sirkulasi perifer. Nitrat juga melemaskan arteriol sistemik dan menyebabkan penurunan tekanan darah (penurunan afterload). Nitrogliserin diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau di pipi( kantung bukal) dan akan menghilangkannyeri iskemia dalam 3 menit.
• Pasien diminta tidak menggerakkan lidah dan jangan menelan ludah sampai tablet nitrogliserin larut. Bila nyeri sangat berat, tablet dapat dikunyah untuk dapat mempercepat penyerapan di bawah lidah.
• Sebagai pencegahan, pasien harus selalu membawa obat ini. Nitrogliserin bersifat sangat tidak stabil dan harus disimpan dalam botol gelap tertutup rapat. Nitrogliserin tidak boleh disimpan dalam botol plastic atau logam.
• Nitrogliseri mudah menguap dan menjadi tidak aktif bila terkena panas, uap, udara, cahaya dalam waktu lama. Bila nitrogliserin masih segar, pasien akan merasa terbakar dibawah lidah dan kadang kepala terasa tegang dan berdenyut. Persediaannya harus diperbaharui setiap 6 bulan sekali.
• Selain menggunakan dosis yang telah ditentukan, pasien harus mengatur sendiri dosis yang diperlukan, yaitu dosis terkecil yang dapat menghilangkan nyeri. Obat harus digunakan untuk mengantisipasi bila akan melakukan aktivitas yang mungkin akan menimbuklkan nyeri. Karena nitrogliserin dapat meningkatkan toleransi pasien terhadap latihan dan stress bila digunakan serbagai pencegahan (misal sebelum latihan, menaiiki tangga, hubungan seksual) maka lebih baik gunakan obat ini sebelum rasa nyeri muncul.
• Pasien harus mengingat berapa lama kerja obat ini dalam menghilangkan nyeri, bila nyeri tidak dapat dikurangi, harus dicurigai adanya ancaman terjadinya infark miocadium.
• Bila nyeri menetap setelah memakai 3 tablet sublingual dengan interval 5 menit, pasien dianjurkan segera dibawa ke fasilitas perawatan darurat terdekat.
Efek samping nitrogliserin meliputi rasa panas,sakit kepal berdenyut, hipertensi, dan takikardia.

TANDA DAN GEJALA ANGINA PEKTORIS
Semua jenis- jenis gejala angina berhubungan dengan kegiatan fisik atau karena keadaan sedang stress. Angina pectoris dapat dikenali dengan tanda- tanda:
1. Kualitas nyeri dada yang khas, yaitu perasaan dada tertekan, merasa terbakar atau susah bernafas.
2. Lokasi nyeri yaitu retrosternal yang menjalar ke leher, rahang atau mastoid dan turun ke lengan kiri.
3. Faktor pemicu seperti sedang emosi, bekerja, sesudah makan atau dalam udara dingin.
4. Rasa ketarik- tarik pada kerongkongan.

DIAGNOSIS
Landasan diagnosis atas suatu penyakit adalah tipe-tipe gejala yang timbul maupun dari daftar riwayat penderita. Pada Angina Pektoris, jenis gejalanya dapat berupa nyeri secara khas yang terletak sentral, retrosternal, bersifat kencang, menekan dan berat. Selain itu Angina akan timbul lebih cepat saat beraktivitas dalam udara dingin atau setelah makan. Tetapi Angina dapat juga menghilang dalam beberapa menit jika aktivitas maupun emosi (karena stress) telah berhenti.
Nitrogliserin juga dapat digunakan untuk meredakan angina dalam beberapa menit. Angina akibat spasme arteri koronaria dapat terjadi kapan saja. Sedangkan nyeri dada yang timbul dengan tidak jelas, umumnya bukan angina.
Pada pemeriksaan fisik, sering kali normal. Pada penilaian klinis mencakup pemeriksaan faktor- faktor resiko. Kita juga dapat mencari bukti-bukti penyakit vaskular aterosklerotik di tempat lain, misalnya berkurangnya denyut nadi pada tungkai atau bruit, kecemasan dan sindrom hiperventilasi (pernapasan dada atas, sering kali menghela nafas, dan berbagai gejala- gejala cemas) dapat disertai dengan nyeri dada sementara. Nyeri seperti ini, sering terdapat pada dada bagian kiri. Kadang pada riwayat “gangguan jantung” seperti bising jantung, atau keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal itu tentu juga menjadi suatu pertimbangan dalam pembuatan suatu diagnosa.

PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit masalalu
d. Kebiasaan sehari-hari
e. Data bio-psiko sosial spiritual.
Perawat mengumpulkan informasi tentang seluruh segi aktivitas pasien, terutama mereka yang ditemukan berisiko mengalami serangan jantung atau nyeri angina. Pertanyaan yang sesuai mencakup :
 Kapan cenderung terjadi serangan? Setelah makan? Setelah melakukan aktivitas tertentu? Setelah mengunjungi anggota keluarga atau teman-teman? Setelah melakukan aktivitas fisik secara umum?
 Bagimana pasien menggambarkan nyerinya?
 Apakah awitan nyeri mendadak atau bertahap?
 Bagaimana lama hal itu terjadi-dalam beberapa detik? Menit? Jam?
 Apakah kualitas nyeri menetap dan terus-menerus?
 Apakah rasa tidak nyaman disertai dengan gejala? Seperti perspirasi yang berlebihan, sedikit sakit kepala, mual, palpitasi dan napas pendek?
 Beberapa menit nyeri berlangsung setelah minum nitrogliserin?
 Bagaimana nyeri berkurang?
PEMERIKSAAN FISIK
Data subyektif yang berhubungan dengan nyeri :
a. Lokasi dan durasi kedaerah lain – sering didaerah substernal.
b. Kwalitas nyeri : nyeri dapat mencekik atau rasa berat dalam dada.
c. Datang dan menetapnya rasa nyeri singkat.
d. Faktor-faktor pencetus sering karena :
 Gerakan
 Kepanasan
 Kedinginan
 Stress atau emosi
 Makan banyak
e. Gejala-gejala yang menyertai : gelisah, mual, diaphoresis.
f. Faktor-faktor yang meringankan : berkurang karena istirahat dan pemberian obat (nitrogliserin).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG (Elektrokardiogram). Kemungkinan besar, dokter akan melakukan pemeriksaan yang dapat menunjukkan aktivitas melalui Elektrokardiogram dan memantau gejala- gejala yang ada. EKG ini dapat merekam impuls elektrik jantung. Sehingga dapat diketahui apakah otot jantung telah menerima supplay oksigen yang cukup atau kekurangan oksigen (iskemia). Selain itu, EKG ini juga dapat digunakan untuk menentukan atau mengetahui ritme jantung.
2. Arteriografi Koroner. Merupakan satu- satunya teknik yang memungkinkan untuk melihat penyempitan pada koroner. Suatu kateter dimasukkan lewat arteri femoralis ataupun brakialis dan diteruskan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan dan kiri. Media kontras radio grafik kemudian disuntikkan dan cineroentgenogram akan memperlihatkan kontur arteri serta daerah penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ke ventrikel kiri dan disuntikkan lebih banyak media kontras untuk menentukan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. Bila ada stenosis aorta, maka derajat keparahannya akan dapat dinilai, demikian juga kita dapat mengetahui penyakit arteri koroner lain.
3. Pemeriksaan stress ( stress testing )
- Mengayuh pedal sepeda yang diam atau berjalan pada tretmill, selama pemeriksaan ekg direkam.
- Resiko infark miokard yaitu < 1/500
- Resiko kematian < 1/10000

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah jantung.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Potensial terjadi ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tujuan. Tujuan utama mencakup mencegah nyeri, dapat beraktivitas dengan baik, mengurangi cemas, menghindari salah pemahaman terhadap sifat dasar penyakit dan perawatan yang diberikan, mematuhi program perawatan diri dan mencegah komplikasi.
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
Kriteria Hasil :
 Individu akan memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan nyeri itu ada.
 Individu akan memperlihatkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan penurunan rasa nyeri yang memuaskan.
Intervensi :
 Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.
 Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30 jam pertama) dengan posisi semi fowler.
 Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.
 Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.
 Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.
 Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.
 Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
 Kolaborasi pengobatan.
Pasien harus memahami gejala kompleks dan harus menghindari aktivitas yang diketahui akan menyebabkan nyeri angina seperti latihan mendadak, pajanan terhadap dingin, dan kegembiraan emosional. Belajar untuk merubah, menyesuaikan dan beradaptasi terhadap stress tersebut amatlah penting.
Bagi pasien yang serangannya terutama terjadi pada pagi hari, perlu dilakukan pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari. Pada tahap pertama, pasien harus merencanakan bangun lebih awal setiap pagi agar bisa mandi dan berdandan dengan santai. Idealnya kegiatan yang terburu-buru ini dilakukan sepanjang hari, sehingga semua tugas dan perjanjian yang direncanakan dapat dijalankan tanpa terburu-buru atau rasa tertekan.
Setiap pasien dengan angina pectoris harus diminta memulai semua gerakkannya dengan nyaman, mencegah pajanan terhadap dingin, mencegah tembakau, makan sedikit, dan teratur dan mempertahankan berat badan dalam batas yang dianjurkan. Penggunaan obat bebas yang dibeli di toko obat sebaiknya dihindari terutama pil diet dekongestan hidung, atau obat lain yang mengandung zat yang menaikkan frekuensi jantung dan tekanan darah.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.
Kriteria Hasil :
 Individu akan mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas.
 Individu akan memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang mungkin).
 Individu akan memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas (nadi, tekanan darah, pernapasan).
 Individu akan melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas.
Intervensi :
 Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.
 Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.
 Catat warna kulit dan kualittas nadi.
 Tingkatkan katifitas klien secara teratur.
 Pantau EKG dengan sering.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
Kriteria Hasil :
 Seseorang akan menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
 Seseorang akan menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis.
 Seseorang akan menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.
Intervensi :
 Jelaskan semua prosedur tindakan.
 Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.
 Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya.
 Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
 Kolaborasi.
Pasien-pasien ini biasanya mempunyai rasa takut akan kematian. Untuk pasien rawat inap, asuhan keperawatan direncanakan sedemikian rupa sehingga waktu dimana ia jauh dari tempat tiduar diusahakan seminimal mungkin, karena perasaan takut akan meninggal tersebut sering dapat dikurangi dengan adanya kehadiran fisik orang lain. Pasien rawat jalan harus diberikan informasi penting mengenai penyakitnya dan penjelasan mengenai pentingnya mematuhi pentunjuk yang telah diberikan.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria evaluasi :
 Memahami cara mencegah komplikasi
 Menunjukkan tanda-tanda bebas dari komplikasi
Intervensi :
 Tekankan perlunya mencegah serangan angina.
 Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina.
 Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, perubahan diet dan olah raga.
 Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama aktifitas, hindari tegangan.
 Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.
 Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.
Program penyuluhan untuk pasien dengan angina dirancang untuk menjelaskan sifat dasar penyakit dan menunjukkan data yang diperlukan untuk mengatur kembali kebiasaan hidup untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Mengurangi frekuensi dan beratnya serangan angina
2. Memperlambat perkembangan penyakit yang mendasarinya, bila mungkin
3. Memberikan perlindungan dari komplikasi lain
5. Potensial terjadi ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
Kriteria evaluasi :
 Mematuhi program perawatan diri
Intervensi :
 Programkan perawatan diri pasien, bila perlu berkolaborasi dengan pasien dan keluarga atau sahabat
 Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan untuk meminimalkan terjadinya episode angina
 Berikan pemahaman pada pasien bahwa setiap nyeri yang dialami tidak dapat dikurangi dengan metode yang biasa, harus segera dirawat ke pusat gawat darurat terdekat.

EVALUASI KEPERAWATAN
Hasil yang diharapkan :
1. Bebas dari nyeri
a) Pasien mengalami penurunan kemungkinan mengalami episode nyeri angina.
A. Melakukan aktivitas sedang.
 Berpartisipasi dalam program aktivitas harian secara teratur yang tidak menimbulkan nyeri dada, nafas pendek, dan kelelahan.
 Menghindari latihan yang memerlukan aktivitas mendadak; menghindari segala bentuk latihan isometrik.
 Menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Perasaan lelah adalah biasa dan sementara.
B. Menggunakan sumber dukungan yang memadai pada saat yang penuh dengan stress, misalnya penasehat, perawat, dokter.
C. Menghindari makanan yang berlebihan.
 Makan dengan porsi yang lebih kecil; mungkin perlu makan sering tapi dengan porsi yang kecil untuk mengurangi rasa lapar.
 Menghindari asupan kafein yang berlebihan (kopi, minuman kola), yang dapat meningkatkan frekuensi jantung dan menyebabkan angina.
D. Tidak menggunakan pil diit, dekongestan hidung, atau obat bebas lainnya yang dapat meningkatkan frekuensi jantung.
E. Berhenti merokok, karena merokok meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, dan kadar karbon monoksida darah.
F. Menghindari udara yang sangat dingin.
 Menggunakan sapu tangan yang menutupi hidung/ mulut selama cuaca sangat dingin untuk menghangatkan udara.
 Berjalan lebih lambat dalam cuaca dingin.
 Berpakaian tebal saat musim dingin, termasuk kepala, leher, dan penutup tangan.
b) Pasien mampu menangani serangan nyeri angina.
A. Selalu membawa nitrogliserin.
 Selalu menyimpan nitrogliserin dalam botol berwarna gelap tertutup rapat.
 Membuang kapas pengisi agar pil mudah diambil.
 Menghindari membuka botol bila tidak perlu.
 Membuang tablet yang tidak digunakan setelah 5 bulan; membeli resep baru.
 Dapat merasakan bila tablet masih segar, akan menyebabkan rasa terbakar saat diletakkan dibawah lidah.
B. Segera meletakkan nitrogliserin di bawah lidah begitu ada tanda nyeri dada.
 Tidak menelan liur sampai semua tablet telah larut.
 Menghentikan segala aktivitas dan beristirahat sampai semua nyeri hilang.
 Mengetahui pentingnya posisi tegak untuk menguatkan efek nitrogliserin.
 Biasanya, nitrogliserin dipakai dua kali 3 sampai 5 menit. Bila nyeri tidak hilang dengan jumlah tablet nitrogliserin yang biasa, atau bila kambuh lagi dengan interval yang pendek, segera dibawa ke fasilitas darurat terdekat.
C. Menggunakan nitrogliserin pencegahan untuk mencegah nyeri yang mungkin terjadi pada aktivitas tertentu ( menaiki tangga, hubungan seksual).
D. Siaga terhadap kemungkinan terjadinya efek samping nitrogliserin: sakit kepala, rasa panas dimuka, pusing.
2. Memperlihatkan kemajuan mobilitas.

3. Menunjukkan penurunan kecemasan.
a) Memahami penyakit dan tujuan perawatannya.
b) Mematuhi semua aturan medis.
c) Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya berubah.
d) Menghindari tinggal sendiri saat terjadinya episode nyeri.
4. Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda bebas dari komplikasi
a) Menjelaskan proses terjadinya angina.
b) Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi.
c) EKG dan kadar enzim jantung normal.
d) Bebas dari tanda dan gejala infark miokardium akut.
5. Mematuhi program perawatan diri
a) Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.
b) Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.
















DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah(edisi 8). Jakarta : EGC
http://ismar71.wordpress.com/2008/03/06/askep-klien-angina-pektoris/ (artikel “Askep Pasien Angina Pektoris”, online, diakses tanggal 25 Oktober 2009)
http://blog.asuhankeperawatan.com/blog/2009/05/27/angina-pektoris/ download dari AsuhanKeperawatan.com dan Ziddu.com (artikel “Angina Pectoris”, online, diakses tanggal 25 Oktober 2009)
http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/angina-pectoris-nyeri-dada-karena.html (artikel “Angina Pectoris, Nyeri Dada Karena Jantung......?” diposting oleh dr. Hj. Liza tanggal 1 Januari 2008, online, diakses tanggal 25 Oktober 2009)
http://www.bintangmawar.net/forum/showthread.php?t=58750 download dari inaheart, fkuii (artikel “Angina Pektoris (Angina Pectoris)”, online, diakses tanggal 25 Oktober 2009)

askep meningocel pada anak

Spina bifida yaitu anomali perkembangan yang ditandai oleh kelainan penutupan selubung tulang pada medulla spinalis, dimana selaput meninges dapat menonjol keluar (spina bifida cystica) atau tidak menonjol (spina bifida occulta).
Keadaan ini biasa terjadi pada minggu keempat masa embrio. Penyebabnya belum pasti diketahui, tetapi dari beberapa penelitian diduaga akibat :
• Genetik
• Kekurangan asam folat dalam masa kehamilan
• Ibu dengan epilepsi yang menderita panas tinggi dalam kehamilannya dan mengkonsumsi obat asam valproic
Terdapat beberapa jenis spina bifida :
• Spina bifida okulta (tersembunyi) : bila kelainan hanya sedikit, hanya ditandai oleh bintik, tanda lahir merah anggur, atau ditumbuhi rambut dan bila medula spinalis dan meningens normal.
• Meningokel : bila kelainan tersebut besar, meningen mungkin keluar melalui medula spinalis, membentuk kantung yang dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami paralise dan mampu untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus. Terdapat kemungkinan terjadinya infeksi bila kantung tersebut robek dan kelainan ini adalah masalah kosmetik sehingga harus dioperasi.
• Mielomeningokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana sebagian dari medula spinalis turun ke dalam meningokel.
Pada kasus meningocele yaitu adanya penonojolan punggung tulang belakang, benjolan ruas tulang tersebut berisi cairan spinal (liquor cerebro spinal) dan tidak merusak jaringan syaraf serta tidak mengakibatkan kelumpuhan bagi penderitanya.


A. DEFINISI
1. Meningokel adalah meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
2. Menurut http://noorarifah.blogspot.com disebutkan bahwa meningokel – merupakan sebuah sakus yang mengandung cairan serebrospinalis (cerebrospinal fluid, CSF) dan meninges. Meningokel dapat berupa defek tertutup atau terbuka.
3. Meningokel yaitu adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang abnormal korda spinalis atau penutupannya.
4. Menurut situs lainnya yaitu http://www.mail-archive.com dikatakan bahwa meningocel adalah gangguan pertumbuhan karena tidak menyatunya lapisan -lapisan jaringan tubuh di garis tengah akibat adanya defect pada lapisan tsb.
5. Dalam http://artykel-kebidanan.blogspot.com disebutkan bahwa meningokel merupakan penyakit kongenital dari kelainan embriologis yang disebut Neural tube defect (NTD).
6. Menurut http://images.google.co.id dinyatakan bahwa Meningokel adalah meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit. Adapun pada meningokel melibatkan tiga hal yaitu menonjolnya meninges, sumsum tulang belakang, dan cairan serebrospinal.











B. ETIOLOGI
1. Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
2. Adapun penyebab kenapa tumbuhnya menonjol adalah di antara otak dan lapisannya ini terdapat cairan yang berfungsi sebagai peredam getaran, ditambah dengan posisi dalam kandungan yang bermacam-macam dan biasanya kepala di bawah, sehingga tekanan di dalam kepala tinggi. Disamping itu tekanan di dalam cairan tersebut memang sudah ada dan ada defect sehingga daerah defect akan merespon tekanan dalam cairan ini dengan membentuk kantong.
3. Meningokel disebabkan oleh banyak faktor dan melibatkan banyak gen (multifaktoral dan poligenik). Banyak sekali penetitian yang mengungkap bahwa sekitar tujuh puluh persen kasus NTD dapat dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defisiensi asam folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis meningokel. Basis molekul defisiensi asam folat adalah kurang adekuatnya enzim enzim yang mentransfer gugus, karbon dalam proses mediasi protein dalam sel, baik dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis DNA dan RNA. serta kenaikan kadar homosistein.
4. Defek tulang pada meningokel secara embriologis terjadi akibat gangguan proses neurulasi, yaitu tetap melekatnya ektoderm epidermis dengan ektoderm neural sehingga migrasi sel-sel mesoderm pembentuk tulang ke tempat tersebut terhambat dengan akibat di area itu tidak terbentuk tulang,(teori non separasi dari Stcmberg). Dalam proses ini, faktor pertumbuhan yang berfungsi memacu sintesis matriks tulang mungkin juga berperan.
5. Infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.

C. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Pada meningochele ini, terjadi gangguan penyatuan tulang sehingga lapisan mening yang membungkus otak langsung di bawah kulit. Penonjolan dari korda spina dan meninges menyebabkan kerusakan pada korda spinalis an akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
Menurut Amazingtime.blogspot.com dinyatakan bahwa meningocele – yang paling jarang dari ketiga macam, dimana meninges (selaput pelindung penutup batang sumsum tulang belakang) menonjol keluar melalui bukaan pada spine. Karena ini tidak melibatkan langsung batang sumsung (spinal cors), meningocele biasanya dapat diatasi dengan pembedahan tanpa mengakibatkan kelumpuhan, sehingga si anak dapat tumbuh secara normal. Bagiamanapun si anak dapat mengalami hydrocephalus dan masalah-masalah isi perut/usus dan kandung kemih.
Kerusakan syaraf yang diakibatkan meningocel mengakibatkan kebanyakan anak-anak mengalami kelemahan otot. Banyak diantaranya memerlukan kursi roda tetapi menurut studi oleh MOD menyatakan bahwa 70% akhirya dapat berjalan dengan ataupun tanpa penyangah kaki atau kruk. Anak-anak penderita juga mungkin mengalami kekakuan sendi bahkan beberapa lahir dengan ketidaknormalan pada pangkal paha, lutut ataupun telapak kakinya. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat mengoreksinya dimana terapi fisik bisa membantu sendi dan lemah otot.

D. TANDA DAN GEJALA
- Gangguan persarafan
- Gangguan mental
- Gangguan tingkat kesadaran
- Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
- Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
- Kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
- Penurunan sensasi
- Inkontinensia urine, maupun inkontinensia tinja
- Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi (meningitis).


E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN BERBAGAI PENELITIAN YANG TELAH DILAKUKAN
1. Untuk memastikan diagnosa, apa yang ada didalam kantong maka perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. Apakah hanya cairan atau ada otak yang ada didalamnya. Jika hanya cairan dan meningochelenya tidak besar operasi bisa di tunda sampai umur 2-3 tahun. Tapi jangan sampai umur anak bermain karena itu akan menjadi bahan ejekan temannya. Tapi jika terdapat jaringan otak di dalam kantong tersebut maka perlu dilakukan rekonstruksi secepatnya. Agar otak tersebut bisa berkembang sesuai dengan tempat dan perannya.
2. Penelitian yang dilaksanakan untuk mengungkap korelasi defisiensi asam folat dengan kadar TGF, βl dan TGF 1 dalam serum maupun dalam tulang, serta korelasi kadar kedua faktor pertumbuhan tersebut dalam tulang kepala pasien meningokel dengan lebar defek. Bila kedua hal tadi telah terungkap, maka proses teratogenesis meningokel menjadi lebih jelas. Penelitian ini menggunakan dua macam cara, sesuai dengan hipotesis yang hendak diuji, yaitu metode eksperimental laboratoris dengan hewan coba tikus dan metode observasional klinis pada pasien meningokel.
Derajat defisiensi asam folat dikelompokkan dalam kategori berat dan ringan sesuai dengan rangsum yang diberikan, yaitu rangsum sangat rendah folat dan rangsum rendah folat, sedangkan untuk kontrol adalah rangsum cukup folat. Komposisi rangsum dibuat sesuai dengan standar kandungan dan takaran purified diet yang selama ini telah digunakan, meliputi : glukosa, selulosa, casein non vitamin, sunflower oil, choline, mineral, vitamin tanpa folat dan trace element asam folat dengan tiga takaran yang berbeda untuk setiap kelompok hewan coba, diberikan lewat sonde oral. Enam belas minggu setelah pemberian diet, darah hewan coba diambil untuk pemeriksaan kadar asam folat, TGF β1 dan IGF I, Hewan kemudian dikawinkan, selelah janin lahir diambil tulang kepalanya untuk pemeriksaan kadar TGF 01 dan IGF 1. Pada pasien meningokel sewaktu operasi eksisi dengan metode standar, jaringan tulang tepi defek diambil sedikit untuk pemeriksaan TGF R1 dan IGF I, dan lebar defek diukur dengan antropometer Martin.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan terdapat korelasi kadar asam folat yang cukup kuat dengan kadar TGF β1 dan IGF I, serta jumlah sel apoptosis dan nekrosis; demikian juga dengan proses terbentuknya defek tulang pada pasien meningokel. Hasi1 penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang konsep baru terbentuknya defek tulang kepala pada meningokel yang dikaitkan dengan defisiensi asam fofat. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memperluas aspek pencegahan bagi kasus meningokel dan kelainan neural tube defect pada umumnya, serta aspek pengobatan terhadap kasus defek tulang kepala, bahkan sejak pasien masih berada di dalam kandungan.
Langkah selanjutnya, sebelum hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.

F. TERAPI/PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
• Pengobatan dapat dilakukan dengan pembedahan.
Jelasnya sebagai berikut, tubuh manusia awalnya berasal dari 3 lembar jaringan, tiga lembar jaringan ini akan berdeferensiasi menjadi lembar - lembar lain, salah satunya adalah yang membentuk susunan saraf serta pembungkusnya. Seperti yang kita ketahui otak terletak dalam kepala dan otak ada pembungkusnya yang disebut dengan mening, tulang dan kulit. Dalam perkembangannya antara susunan saraf pusat dan pembungkusnya (mening) dan pembungkus di luarnya tulang kemudian pembungkus di paling luar kulit, ini tumbuh dari lapis tertentu dan menyatu di garis tengah dalam waktu tertentu, sehingga terbentuklah susunan kepala dengan lapisan yang rapi dari dalam sampai luar.
• Pencegahan yang dapat dilakukan bagi yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh-jauh hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi. Salah satunya, meningokel. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya. Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.)
Pengobatan. Tujuan dari pengobatan awal adalah :
 Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida.
 Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
 Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai.
 Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.
 Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.
 ntuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih.
 Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Pencegahan. Adapun cara pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
 Resiko terjadinya meningocel bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
 Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
 Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.